Memori Yang Melekat Dan Sulit Hilang (Part 1) Harapan

Memori Yang Melekat Dan Sulit Hilang (Part 1) Harapan

Sekarang tanggal 7 februari tahun 2016, tepatnya jam delapan malam aku menulis 1/3 ceritaku ini. Namaku Muhamad Adriyansah, aku lahir tanggal 3 April 2001. Aku memiliki satu orang adik, satu ayah, dan satu ibu. Satu tahun lalu ada satu orang saudara yang tinggal bersamaku untuk bekerja di pasar. Namanya Hilman Maulana, sifatnya memang mengesalkan, tapi dia baik. Satu tahun lalu saat aku kelas 2 SMP, hidupku begitu rumit. Banyak masalah yang menghampiriku dari mulai pendidikan, keuangan, hobi, agama, bahkan yang tersulit yaitu cinta.

Cinta adalah masalah yang paling ku benci di dunia ini, bagaimana tidak? Perasaan itu sulit dihilangkan belum lagi membuat diriku nekat untuk melakukan hal hal di luar nalar diriku yang normal. Dulu aku menyukai gadis cantik di bawahku. Namanya Fita Nurlia, dia lahir tanggal 22 Februari tahun 2002 wajahnya putih berseri, menggunakan kerudung. Hal yang paling membuat diriku menyukainya adalah karena akhlak dan kecerdasannya dalam suatu ilmu agama di pengajianku. Dia gadis tercerdas di pengajianku, berbeda halnya denganku aku seorang yang paling bodoh di sana.

Aku tidak terlalu suka dengan menghafal dan membaca, karena menurutku itu sangat membosankan, tetapi dalam hal mendengarkan dan memahami sesuatu bisa dibilang aku yang terhebat di sekolah maupun di pengajian. Kisah cintaku dimulai dari awal aku mengaji, tapi karena aku masih tidak peduli pada sekitar dan saat itu aku masih seorang gamers sejati, bisa dibilang aku jarang masuk pengajian. Sebenarnya di sekolah juga sama, karena aku selalu diikuti teman-temanku.

“Hey Adriyan, kau mau ke mana?”
“Oh, aku mau ke kantin sebentar,”
“Aku ikut ya, Tidak baik jika meninggalkan teman sendirian!”
“Ya sudah, Ayo,”

Di kelasku, aku dipanggil dengan orang aneh tapi hebat. Mungkin karena rumah dan sekolahku jaraknya hanya 50 meter, yaitu rumah paling dekat dengan sekolah, tapi aku adalah orang yang datang paling siang. Kira-kira masuk jam 06.00 wib, aku datang jam 06.20-06.40 wib, sontak saja hanya 20% aku sampai tepat waktu dan 80% datang terlambat. Belum lagi aku paling payah dalam pelajaran olahraga, ya… mungkin karena badanku kurus? Dengan kata lain aku selalu memaksakan keberuntunganku. Kehebatanku adalah dalam pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, TIK. Sebenarnya aku ingin menunjukkan kehebatanku ini kepada Fita, tapi aku terlalu gugup dan tak memiliki kesempatan.

Tepat tanggal 14 Februari tahun 2015 saudaraku Hilman akan mengatakan cintanya pada Tia Nurlia, lebih jelasnya dia kakaknya Fita. Kak Tia adalah seorang siswi di SMP kelas 3 yang sama di sekolahku, sedangkan Kak Hilman adalah lulusan SMP yang bekerja di ayahku di sebuah pasar. Saat itu ustad di pengajian kami sedang ke luar kota, otomatis semua orang tidak mengaji dan hanya bermain-main di dalam mesjid sambil menunggu waktu untuk salat. Seusai salat isya Kak Hilman menemui Kak Tia dan memberikannya dua buah cokelat yang ia beli sebelum ke pengajian. Tak lupa ia juga memberi cokelat kecil padaku agar diberi ke orang yang aku suka.

“Ini, dua-duanya buat kamu selamat Valentine,”
“Makasih, selamat Valentine,”
“Cie… Cie.. Cie,” Saat itu aku bertanya-tanya kenapa bisa semudah itu? Apa karena mereka sudah pacaran selama dua minggu? Sebelum aku sampai di rumah aku memutuskan untuk memberikan cokelat yang ku punya kepada Fajar untuk diberikan ke Fita. Fajar adalah teman pengajianku, walaupun dia masih kelas 4 SD, tapi ku rasa dia bisa dipercaya.

“Fajar!”
“Apa?”
“Anu… e… bisakah kau berikan cokelat ini kepada Fita!”
“Hah… Oh… tentu saja!”
“Benar ya, kau harus memberikannya dan katakan itu dariku!”
“Ya, iya nanti ku beri, dan ku ceritakan,”
“Ya sudah kalau begitu sampai jumpa!”
“Ya, sampai jumpa,”

Keesokan harinya aku bertanya pada kakaknya lewat BBM, karena sebenarnya Fita tidak punya HP.
“Kak Tia, Apa Fajar memberikan cokelat ke Fita?”
“Ku rasa tidak, tapi.. aku juga tidak terlalu tahu,”
“Oh begitu, ya sudah nanti lagi saja kita berbincangnya!”

Aku menanyakan hal itu setiap hari sekali, tapi jawabannya selalu sama sampai tanggal 22 Februari. Pada saat itu Fita dan teman-temannya datang dengan mengantarkan nasi kuning sebagai hadiah dari perayaan ulang tahunnya. Tapi aku masih bertanya-tanya apa Fajar memberikan cokelatnya atau tidak? Jika dia memberikan cokelatnya maka kepercayaanku padanya meningkat, tapi jika sebaliknya maka aku tidak akan percaya lagi padanya. Lagi pula dia itu sifatnya nakal, spontan, dan terbalik denganku. Di tahun 2015, tapi aku tak tahu tanggalnya terjadi suatu insiden yang paling ku ingat dan sangat ku benci. Saat di pengajian Fajar terus menerus mengolok-ngolokku dengan bicara seperti penerawang gaib.

“Astagfirullah… siapa ini? siapa ini?”
“Sudah Diamlah!!!”
“Astagfirullah.. siapa ini? Siapa Nama Bapak?”
Hal itu terus terjadi, bahkan ketika salat Isya dilaksanakan. Saat itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk menghajarnya setelah salat.
“Hey FAJAR!”
“Apa?”
“Sebenarnya apa yang kau mau? Apa kau ingin menghinaku di depan orang-orang? Apa kau mau bercanda sampai aku naik darah. Hah?”
Aku memegang bajunya sambil ingin memukulnya, tapi aku selalu tak bisa yang ku lakukan hanya bercerita dan menangis.

“I.. Iya Maaf Kak Adriyan,”
“Maaf? Maaf? Hanya dengan kata itu apa bisa mengisi lubang di hatiku ini?
“Maaf-Maaf,”
“Gr.. ya sudah pulanglah, berhadapan dengan orang di bawahku merupakan hal memalukan,”
Setelah hal itu aku dan Kak Hilman pulang ke rumah. Aku langsung pergi ke kamar dan menangis. Orangtuaku bertanya pada saudaraku dan dia berkata.

“Tadi kan Fajar banyak menghina Adri. Jadi dia naik darah dan ingin memukulnya,”
“Lalu kenapa dia tidak memukulnya dan malah menangis?”
“Karena dia tuh masih kecil!”
“Ya sudah tidak usah menangis seperti itu, seperti perempuan saja,”
“Ayah dan Ibu semuanya sama saja!”
“Apa!”

Orangtuaku saja tidak mengerti perasaanku, jadi aku memutuskan untuk mengemasi baju dan barangku dengan niat pergi dari sini. Bahkan ayahku malah mengusirku.
“Ya sudah pergi sana, pergi yang jauh dan jangan pernah kembali!”
“Ya,” Aku pun pergi tanpa petunjuk dan arah apa pun, maksudku yang ku lakukan hanyalah berjalan menjauh dari rumah karena menuruti kata hatiku. Hati yang sudah berlubang ini, mereka pikir bisa ditambal hanya dengan kata-kata kebohongan baru saja aku sampai di sebuah gang, saudaraku mencoba membawaku pulang.
“Ayo, naik!”
“Yan!”

Seperti biasa terus berjalan tanpa peduli dengan apa yang ada mencoba menghentikanku, karena ku rasa dia akan mencoba kembali membawaku pulang, aku pun berjalan zig zag agar dia tidak bisa menemukanku. Tapi tak lama kemudian dia datang bersama ibuku sampai menangis ingin membawaku pulang, aku tak punya pilihan. Keesokan harinya, selama dua minggu aku tak bicara sepatah kata pun pada keluargaku. Selama itu juga aku tak mengaji, jadi aku lebih sering menghabiskan waktu dengan berpikir, dan bermain games. 

Karena hanya itulah yang membuat diriku senang. Belum lagi saat di sekolah, aku hampir akan berkelahi dengan sahabat baikku. Saat itu di sekolah, Yogi temanku memotretku, dan aku tidak mau hal itu terjadi. Jadi aku ingin menghapus fotonya. Tapi aku tak percaya padanya, jadi dengan tak sengaja dia memformat file memori teleponnya. Awalnya itu bukan masalah, tapi karena hp-nya tiba-tiba Error, dia menyalahkanku. Aku pun langsung merasa tak bersalah dan membawanya pada perkelahian, belum lagi temanku Aldi dari kelas yang sama dengan Yogi memberitahukan kata-kataku padanya, saat itu aku merasa kesal bercampur menyesal.

Kami membuat keputusan untuk berkelahi besok, aku menyiapkan benda tajam yaitu pisau dan satu botol cairan kimia yang ku buat dari sabun, detergent dan pasta gigi. Aku tentu tidak ingin menggunakan ini, tapi karena dia itu memiliki kemampuan yang jauh dariku, aku mencoba menggertak dan membuatnya mundur. Jika saja waktu itu musim rambutan akan ku bawa untuknya karena dia itu phobia rambutan. Di saat-saat terakhir sebelum perkelahian terjadi, aku minta maaf dan ternyata dia memaafkanku dengan dengan cepat. Ku rasa waktu itu aku hanya salah paham dan terbawa suasana. Setelah 2 minggu berlalu aku memutuskan untuk berubah, aku kembali mengaji dan saling minta maaf kepada Fajar. Saat itu aku terus tersenyum, bahkan setiap bertemu dengan orang lain.

Masih di tahun 2015, di pengajianku mendirikan sebuah panggung untuk acara tabligh akbar, yang paling ku ingat saat itu ialah pemberian prestasi. Fita menduduki peringkat pertama dalam hal kecerdasaan sedangkan aku di peringkat ketiga dalam kedisiplinan padahal seharusnya aku tidak mendapatkan hal itu karena aku selalu datang kesiangan. Saat aku berubah aku berharap untuk mendapatkan cintanya Fita, tapi tak ku sangka ternyata saat aku suatu hari pengajian libur, Fita telah ditembak orang lain. Dialah Fajar, orang yang ku kira hanya kawan baik yang iseng, ternyata musuh dalam selimutku selama ini. Dia berhenti bicara denganku, aku pun berhenti tersenyum dan banyak berpikir. “Kenapa… Kenapa.. Ini terjadi padaku.. aku seperti mengejar matahari yang tak kunjung mendekat,”

Aku hanya ingin menunjukkan diriku yang sebenarnya saja, tapi aku selalu tak punya kesempatan mulai saat itu aku mulai menutup pintu hatiku. Tujuanku saat itu hanya bersenang-senang. Tanggal 21 Juni 2015 aku mulai merubah kembali menjadi seorang yang membenci dunia dari tanggal 22 Juni 2015 sampai sekarang aku berhenti mengaji dikarenakan tak punya teman. 17 Juli 201 saat 1 hari sebelum lebaran. Kak Hilman pergi ke kampungnya dan tak akan kembali. Hari demi hari aku belajar lebih giat tapi, sepintar apa pun seseorang jika teman sekelasnya munafik dan licik, dia tidak akan bisa dikalahkan. 

Dengan kata lain karena teman-teman sekelasku munafik dan licik, aku tidak akan pernah bisa mengalahkan mereka. Karena itulah aku banyak menyusun rencana untuk mengalahkan mereka, contohnya saja saat hari senin tanggal 1 Febuari 2016. Pada waktu itu upacara, dan siapa pun yang kesiangan akan berdiri di depan peserta upacara, itu adalah hal bagus untuk, mentalku, karena nanti di pelajaran kedua aku berpidato dalam bahasa sunda. Aku pun datang kesiangan dan tepat seperti yang ku inginkan, sorakan yang ku dapatkan membuatku tersenyum dan hampir tertawa. Mereka semua mungkin bertanya-tanya ‘Kenapa aku datang kesiangan’ padahal rumahku memiliki jarak terdekat ke sekolah? Katakanlah saja, bisa dibilang aku hanya iseng tapi ini juga bagian dari rencana. 

Sekarang tanggal 8 Februari 2016, aku mencoba untuk menghentikan setiap muslim yang akan merayakan hari raya cinta dan VALENTINE, karena.. “Barang siapa mengikuti suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut,” Tapi ku harap, aku juga bisa menemukan perasaan cinta dan kasih sayang. Atau setidaknya melihat seorang gadis yang tersenyum padaku setiap hari.

Bersambung

Cerpen Karangan: Muhamad Adriyansah


Ditayangkan sebelumnya dari situs Cerpenmu
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait