Otoritas Jasa Keuangan (OJK)terus memperkuat komitmennya dalam membangun sektor jasa keuangan yang bersih, transparan, dan berintegritas.
Melalui penerapan tata kelola yang baik, OJK ingin memastikan sektor ini mampu mendukung program pembangunan nasional secara berkelanjutan.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menampaikan hal tersebut dalam sambutannya pada Forum Diskusi Survei Penilaian Integritas (SPI) bertema “Survei Penilaian Integritas, Bukan Sekadar Formalitas” yang digelar di Jakarta, Selasa 3 Juni 2025.
Forum ini menjadi wadah berbagi pemahaman untuk menindaklanjuti hasil SPI dari KPK secara lebih efektif, dengan melibatkan pimpinan satuan kerja, pegawai OJK, serta penerapan praktik tata kelola terbaik.
“OJK mendorong pelaku usaha jasa keuangan untuk konsisten menerapkan prinsip tata kelola yang baik, mulai dari transparansi, akuntabilitas, hingga kewajaran dalam seluruh aktivitas usaha,” ujar Mirza.
Sebagai bagian dari komitmen tersebut, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Strategi Anti-Fraud, yang menjadi pedoman seluruh lembaga jasa keuangan (LJK) dalam mencegah, mendeteksi, hingga menangani praktik kecurangan.
POJK ini juga diperkuat dengan penerapan standar ISO 37001 dan Sertifikasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) di seluruh satuan kerja OJK.
Dalam tujuh tahun terakhir, nilai SPI OJK yang diukur oleh KPK menunjukkan tren positif. Pada tahun 2024, skor SPI OJK tercatat 84,87, menempatkan OJK dalam kategori “Terjaga”—artinya potensi korupsi masih ada namun dalam frekuensi relatif rendah dibandingkan lembaga lain secara nasional.
Evaluasi penerapan strategi anti-fraud terus dilakukan untuk menyempurnakan kebijakan dan langkah pencegahan fraud ke depan.
Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena, menjelaskan bahwa Bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko (ARK) OJK menerapkan tiga pendekatan utama dalam memperkuat integritas: Oversight: Audit internal berbasis risiko; Foresight: Deteksi dini melalui indikator risiko utama; Insight: Review dan konsultasi pencegahan fraud berbasis continuous improvement dari hasil SPI.
“SPI yang dilaksanakan oleh KPK adalah instrumen penting untuk menilai efektivitas pencegahan korupsi dan menemukan area yang masih perlu perbaikan,” kata Sophia.
SPI OJK dilakukan secara independen, dengan responden yang ditentukan oleh KPK. Tingginya partisipasi responden tahun ini melebihi target, menjadi bukti antusiasme dan keseriusan insan OJK dalam memperkuat budaya integritas.
OJK telah menetapkan agenda penguatan integritas untuk tahun 2025, antara lain: Inovasi kampanye mandiri oleh satuan kerja; Deklarasi gratifikasi dan benturan kepentingan oleh pegawai; Partisipasi aktif dalam kegiatan antikorupsi; dan Keterlibatan penuh dalam pelaksanaan SPI.
Selain itu, OJK juga memperkuat peran lini pertama (first line) dengan program sertifikasi Ahli Pembangun Integritas (API) dan Penyuluh Antikorupsi (PAKSI). Saat ini, 19 pegawai telah tersertifikasi API, dan OJK menargetkan tambahan 50 sertifikasi API dan 110 sertifikasi PAKSI pada 2025 bekerja sama dengan KPK.
Dalam forum diskusi SPI ini, hadir tiga narasumber utama yakni Dadang Hardiwan, Inspektur Utama Badan Pusat Statistik RI; Mundiharno, Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan; dan Timotius Partohap, Spesialis Penelitian dan Monitoring KPK. Acara ini digelar secara hybrid dan diikuti lebih dari 1.900 peserta dari seluruh satuan kerja OJK.
OJK juga aktif membangun sinergi dengan pemangku kepentingan melalui berbagai inisiatif seperti kerja sama dengan KPK, asosiasi profesi GRC, benchmarking dengan K/L lain, serta penyelenggaraan forum strategis seperti Roadshow Governansi dan Risk & Governance Summit.
Melalui seluruh upaya tersebut, OJK berkomitmen untuk menciptakan ekosistem sektor jasa keuangan yang berintegritas dan tahan terhadap korupsi, demi tata kelola lembaga yang semakin kuat dan terpercaya.
Tuangkan Komentar Anda